Minggu, 24 Mei 2015

B.Indonesia.. Cerita Rakyat




Asal Usul Telaga Ngebel

Dahulu kala ada seorang pendita terkenal bernama Begawan Wida. Rumahnya di lereng sebelah barat Gunung Wilis. Istri Begawan Wida telah lama meninggal. Begawan Wida mempunyai seorang anak yang menjelang dewasa, anak perempuan itu sangat cantik. Siapa pun yang pernah bertemu anak itu pasti akan tertarik. Begitu pula Begawan Wida, ia pun tertarik dengan anak perempuannya. Begawan Wida tidak bias membedakan apa yang tidak boleh dilakukan seorang ayah terhadap anak gadisnya.
Atas kehendak Yang Maha Kuasa, putri Begawan Wida pun hamil. Putri Begawan Wida akhirnya melahirkan seorang anak, namun anak yang dilahirkan bukanlah manusia, melainkan seekor ular. Karena merasa malu, putri Begawan Wida pun bunuh diri. Sang ular jelmaan itu tidak mengetahui siapa orang tuanya. Dia terus mencari-cari kedua orang tuanya kemana pun tetapi tidak ditemukan. Akhirnya dia bertapa di desa tempat tinggalnya bernama Ganda yuda selama bertahun-tahun.
Ketika sedang bertapa, terdapat sekumpulan penduduk dari sebelah barat desa Ganda yuda yang mencari binatang buruan ke hutan untuk keperluan perhelatan. Penduduk tersebut menemukan seekor ular yang besar, dan akhirnya mereka memutuskan untuk membunuh ular tersebut dan dipotong-potong.Sang ular jelmaan itu pun menjelma menjadi seorang anak, kemudian dia datang ke kampung Ganda yuda. Dia datang untuk meminta makan, namun semua penduduk tidak ada yang memberikannya makan, karena dia sangat jelek dan sakit kudisan.
Namun ada seorang nenek bernama Nyai Latung, karena merasa kasihan sang nenek pun memberinya makan. Setelah dia selesai menyantap makanan yang diberikan, dia pun memberi peringatan kepada sang nenek bahwa akan terjadi sebuah bencana. Sang anak pun menghilang dan akhirnya ia kembali ke kampung Ganda yuda dengan keadaan yang lebih baik, lalu ia menancapkan sebuah lidi ke tanah. Tidak ada seorang pun yang berhasil mencabut lidi tersebut. Dan akhirnya sang anak pun yang hanya bias mencabut lidi tersebut, akan tetapi keluar air yang sangat banyak dari tempat lidi tersebut ditancapkan.
Kampung itu pun akhirnya tenggelam menjadi sebuah telaga, telaga itu pun diberi nama “Telaga Ngebel”. Ngebel tampaknya berasal dari rasa benci dan sebal.



1.      Unsur intrinsik :

a.      Tema : kebencian dan rasa sebal anak putri Begawan Wida
b.      Alur : cerita ini menggunakan alur maju

“Sepeninggal ibunya, bayi ular itu sangat bingung. Dia tidak mengetahui siapa orang tua nya. Dia mencari ke sana kemari, tapi kedua orang tuanya tidak ditemukan. Akhirnya, dia tinggal di tempat itu. Dia bertapa sampai bertahun-tahun.”

c.       Latar :

·        Latar tempat :
a.      Desa Ganda yuda
b.      Lereng sebelah barat Gunung Wilis
c.      Hutan
d.      Halaman gubuk
·        Latar suasana :
a.      Kebencian
b.      Rasa sebal
c.      Menegangkan
d.      Menyedihkan
·        Latar waktu : -

d.      Tokoh dan Penokohan :

1.      Begawan Wida
Penokohan  : tidak diceritakan
2.      Putri Begawan Wida
Penokohan : tidak diceritakan
3.      Nyai Latung
Penokohan : baik hati,
4.      Anak putri Begawan Wida (Baru Klinting)
Penokohan : pendendam

e.      Sudut pandang : cerita ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu (dia)

f.       Amanat :
Hendaknya kita tidak boleh mempunyai sifat pendendam terhadap orang yang sudah jahat kepada kita, walaupun mereka sudah jahat tetapi akan lebih baik jika kita bias menerima nya dengan lapang dada tanpa harus membalas dendam.


2.      Unsur Ekstrinsik :

a.      Nilai Moral :
·        Tidak boleh menghardik dan mengejek orang lain.
b.      Nilai Sosial :
·        Menjaga silaturahmi dan kekerabatan dengan mengundang seseorang untuk hadir dalam suatu perhelatan yang digelar
c.      Nilai Religius :
·        Atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa segala sesuatu yang tidak mungkin akan mungkin terjadi.
d.      Nilai Pendidikan :
·        Harus menyayangi sesama tidak memandang tua atau muda nya seseorang
e.      Nilai Budaya :

·        Pada masyarakat dahulu, para penduduk di suatu daerah tertentu mencari binatang buruan ke hutan untuk keperluan perhelatan. 




Asal Usul Reog Ponorogo

Dahulu kala, ada seorang Raja bernama Raja Kelana Sewandana, dia dalah seorang raja muda yang gagah berani, tampan dan kaya raya. Karena kelebihannya itulah, Kelana Sewandana menjadi sombong dan suka membanggakan diri. sebagai murid Begawan Tapawalu, Kelana Sewandana dan Bujangganong berhubungan erat sekali. Pada suatu malam, Kelana Sewandana bermimpi bertemu seorang putri cantik bernama Senggalangit berasal dari Daha.
Prabu Kelana Sewandana dirundung resah, selalu ingin bertemu. Putri Senggalangit selalu terbayang-bayang dalam angannya. Kelana Sewandana pun mengutus Bujanganong untuk pergi ke Daha. Perjalanan Bujanganong dengan pasukannyamelewati Gunung Wilis. Tanpa disadari mereka melanggar wilayah yang dikuasai oleh Raja Singobarong dan Raja Manyur. Bujangganong beserta pasukannya berselisih paham dengan pasukan Singobarong . perang pun tak dapat dihindarkan. Pasukan lawan terlalu besar dan kuat sehingga Bujangganong melapor kepada Raja Kelana Sewandana.
Raja Kelana Sewandana pun memutuskan untuk menghadapi sendiri, Bujangganong mempersiapkan pasukan yang yang lebih besar dan memilih pendekar-pendekar yang tangguh. Setelah naik turun gunung Raja Kelana Sewandana dan rombongannya sampai ke wilayah kerajaan Singobarong. Pasukan Raja Singobarong sudah menunggu. Perang pun tak dapat dihindarkan. Mereka saling menyerang dan menerjang. Pasukan Singobarong dan Manyura terdesak. Patih Bujanganong menarik mundur pasukannya, berlindung di balik gunung. Pasukan Singobarong dan Manyura tak kelihatan lagi mengejar mereka.
Raja Kelana Sewandan bersemedi dengan khidmatnya. Begawan Tapawalu pun muncul dan memberi Raja Kelana Sewandana sebuah nasihat. Titik lemah Singobarong dan Manyura berada pada perasaan hatinya. Karena itu, tariklah perhatian Singobarong dan Manyura dengan bunyi gamelan, dan juga harus mencarikan seorang penthul yang bisa menggoda dengan menari-nari di depan mereka. Penthul itu harus bertopeng hitam dan menggambarkan muka yang buruk. Setelah memberikan pesan Begawan Tapawalu menghilang. Kelana Sewandana segera menghampir Bujangganong.
Bujangganong memberi perintah kepada anak buahnya untuk mencari gamelan seperti gong, bende, reog (semacam gendang), terompet dan calung. Mendengar suara tetabuhan Raja Singobarong dan Manyura melihatnya. Raja Manyura tergoda oleh kekenesan penthul itu, ia pun segera berjoget dan mengangguk-nganggukan kepalanya. Akhirnya Raja Singobarong pun menyerah dan meminta Raja Kelana Sewandana untuk membunuhnya begitu juga denga Raja Manyura. Akan tetapi Raja Kelana Sewandana tidak membunuh mereka, melainkan meminta mereka untuk menjadi perintis perjalanan Raja Kelana Sewandana untuk meminang Dewi Sanggalangit. Akhirnya, Raja Kelana Sewandana sampai ke Kerajaan Daha dan meminang Dewi Sanggalangit. Tidak lama kemudian, keduanya menikah dan pesta pernikahan itu sangat meriah.


1.      Unsur Intrinsik :

a.      Tema : Perjuangan Kelana Sewandana dalam menghadapi Raja Singobarong yang sombong dan angkuh

b.      Alur : cerita ini menggunakan alur maju

“Pada suatu malam, Kelana Sewandana bermimpi bertemu seorang putri cantik, putri itu bernama Sanggalangit berasal dari Daha.

c.      Latar :

a.      Latar Suasana :
·        Menyenangkan
·        Menyedihkan
·        Kesal
·        Bahagia

b.      Latar Tempat :
·        Lereng Gunung Lawu sebelah timur
·        Daha
·        Kerajaan Bandarangin
·        Gunung Wilis
·        Wilayah Kerajaan Singobarong

c.      Latar Waktu :
·        Suatu malam
·        Sore hari

d.      Tokoh dan Penokohan :

1.      Kelana Sewandana
Penokohan : sombong dan suka membanggakan diri
2.      Bujangganong
Penokohan : baik hati
3.      Dewi Sanggalangit
Penokohan : tidak diceritakan
4.      Raja Singobarong
Penokohan : keras kepala
5.      Raja Manyura
Penokohan : keras kepala
6.      Begawan Tapawalu
Penokohan : baik hati dan penolong

e.      Sudut pandang : cerita ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu (dia)

f.       Amanat :

Kita tidak boleh memiliki sifat sombong dan suka membanggakan diri dengan sesuatu yang telah kita punya. Dan jika kita ingin mendapatkan sesuatu yang diinginkan, hendaknya berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

2.      Unsur Ekstrinsik

1.      Nilai Moral :
·        Tidak boleh membanggakan diri
2.      Nilai Pendidikan :
·        Berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang diimpikan.

14 komentar: